HAK POLITIK PEREMPUAN
Terkadang perempuan hanya dijadikan komoditas politik belaka dalam berbagai kesempatan,marilah itu kita hilangkan..!
RA.Kartini memperjuangkan kesetaraan gender/emansipasi antara perempuan dan laki-laki termasuk juga pada bidang politik.Tapi apakah hak kesetaraan gender tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya?
Tinta emas sejarah Indonesia mencatat Cut Nyak Dien ,sebagai pahlawan Nasinal .Beliau sebagai perempuan yang dikenal pantang menyerah dalam memimpin rakyat Aceh dalam melawan penjajahan Belanda.Nuansa Ajaran Islam yang kental di Aceh tidak menghalangi atau mengharamkannya dalam memimpin perjuangan.
Kemudian diera Reformasi Megawati Soekarno Putri menjadi perempuan pertama yang jadi Presiden di Republik Indonesia. Pada awal-awalnya Beliau mendapat banyak halangan dan ganjalan dari kelompok yang menentangnya.Mereka menggunakan berbagai cara dan alasan untuk mencegalnya,termasuk dengan memasukkan isu agama yang melarang perempuan jadi pemimpin.
Pandangan atau isu ajaran agama islam melarang perempuan jadi pemimpim tersebut kemudian menjadi terkikis. Dan itu dibuktikan dengan ikut sertanya Megawati Soekarno Putri yang berpasangan dengan tokoh utama dalam Nahdlatul Ulama Yaitu KH. Hasyim Muzadi dalam pemilihan presiden langsung.
Prof.DR. M.Quraish Shihab dalam karyanya membumikan Alqur’an menyatakan bahwa pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan telah dikis oleh Alqur’an .Kemudian beliau menyatakan bahwa islam membenarkan perempuan melakukan segala aktifitas didalam/diluar rumah ,sendiri/bersama asalkan pekerjaan itu dilakukan dalam suasana yang terhormat,sopan ,dapat memelihara agamanya, serta dapat menghindari dampak negative dari pekerjaan dan lingkungannya.
Kenyatan seperti itu juga kita temukan dalam UUD 1945 yang tidak memberikan larangan dan hambatan bagi perempuan untuk bekerja atau ikut berpolitik.Itu semua akan menjadi sangat jelas jika kita baca dari pasal ke pasal atau dari bab ke bab UUD tersebut.Jadi jelaslah bagi kita bahwa undang-undang dasar 45 atau bahkan ajaran islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan karena gendernya.
Namun kenyataan dimasyarakat kita masih banyak orang yang berpandangan /persepsi yang keliru terhadap perempuan.Itu dapat dilihat dengan ada yang memberikan label pada perempuan dengan 3D, yaitu Dikasur,Didapur dan Disumur.Alangkah ekstrem dan kejamnya mereka yang menggunakan istilah ini untuk perempuan.
Tetapi perlu kita ketahui bahwa pandangan seseorang terhadap perempuan bisa menyempit atau melebar tergantung dengan tingkat pendidikan dan pengetahuannya. Jadi mereka yang berpandangan /persepsi negatif terhadap perempuan bisa dikatagorikan orang yang kurang memahami dan mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Melihat kenyataan diatas perlu sekali kita berikan pendidikan/penjelasan kepada masyarakat tentang kesetaraan gender.Hal itu dapat dimulai dengan sikap kita terhadap perempuan dalam bermasyarakat serta dapat juga melalui pendidikan formal disekolah-sekolah.
* * * * * *
Sekarang ini dunia politik didaerah mulai menghangat menjelang Pilkada.Hal ini sangat terasa bagi daerah yang akan mengelar Pilkada beberapa waktu nanti.Dan yang menjadi pokok perhatian adalah dari sekian banyak calon/kandidat Bupati/wakilnya tidak terlihat nama seorang perempuan dalam bursa tersebut,padahal mereka secara kwantitas sangat banyak jumlahnya maupun suaranya nanti.Sebagai contoh terlihat jelas dibursa Cabup/Cawabup Pilkada kabupaten Tabalong yang kita baca dari tabloid Bebas.
Apakah kenyataan seperti ini mengikuti Pilkada beberapa waktu lalu diberbagai daerah diKalimantan Selatan? Sebab dalam Pilkada lalu keterwakilan perempuan sangat minim sekali.Dari Pilkada pemelihan gubernur,Walikota,Bupati atau 8 Pilkada yang digelar hanya ada 2 perempuan dari 29 pasangan(58 0rang) atau hanya 3,4 %.
Minimnya keterwakilan perempuan yang menjadi peserta pilkada Bukan berarti didaerah kita mereka tidak mempunyai SDM yang memadai tapi lebih disebabkan kondisi yang tidak memberikan mereka kesempatan yang lebih luas.Misalnya dapat terlihat dari mekanisme pencalonan masih ditentukan oleh segelintir elit partai yang ada di DPRD yang notabene juga didominasi laki-laki. Keadaan seperti itu sering juga disebut melalui percaloan.Dan alasan lain adalah tidak terbukanya kesempatan bagi calon yang independen terutama yang berasal perempuan.Kendalanya lebih bersifat diluar dari statusnya sebagai perempuan .Untuk itu diharapkan perempuan untuk tetap mempersiapkan dirinya.
Dan mengingat jumlah perempuan yang jadi pemilih sangat besar (popular vote)dalam Pilkada nanti tentu akan menjadi sasaran para kandidat untuk meraih dukungan.Mereka tidak sungkan-sungkan mengangkat isu perempuan/keterwakilannya demi meraih atau mendongkrak popularitas dan dukungan.Namun itu semua perlu kita cermati bersama terutama bagi perempuan, sebab jangan –jangan mereka Cuma dijadikan sebagai komoditas politik belaka!
Perempuan dengan hak politiknya (memilih) dalam pilkada yang nanti akan digelar kita harapkan menggunakan hak pilihnya dengan tepat dan benar,terutama memilih calon yang betul menjunjung harkat dan martabat perempuan serta tidak disskriminasi terhadap perempuan/kesetaraan gender.
Harapan kita Pilkada yang akan digelar diberbagai daerah nanti,khususnya di Kabupaten Tabalong tidak akan meimbulkan perpecahan dan Pilkada berjalan aman dan tertib sehingga masyrakat dan Pemerintah Kabupaten Tetap dapat melakukan aktifitas dengan normal.